JAKARTA, iNews.id - Generasi muda tidak lepas dari media sosial. Bahkan, masyarakat bisa menghabiskan waktu 9 jam per hari untuk berselancar dengan internet.
Tingginya interaksi masyarakat di internet membutuhkan pengaturan berupa etika budaya. Hal ini untuk mencegah kesalahpahaman yang bisa berujung pada konflik.
Pasalnya, latar belakang dan tingkat pemahaman pengguna internet berbeda-beda.
Ketua Divisi Program Siberkreasi, Abdurrahman Hamas Nahdly mengatakan, berdasarkan We Are Social dan Hootsuite, masyarakat Indonesia menggunakan internet hampir 9 jam per hari. Artinya, dalam keseharian masyarakat lebih banyak berselancar di dunia maya dan media sosial ketimbang bersosialisasi secara langsung.
Untuk itu, kata Abdurrahman, penting memahami dan mempraktikkan etika digital agar tidak salah kaprah dan gagal dalam bersosialisasi di ruang digital.
“Di ruang digital ada begitu banyak orang dengan beragam latar belakang dan budaya, maka perlu standar etika agar tidak salah kaprah dan tidak terjadi salah paham," kata Abdurrahman melalui keterangannya belum lama ini.
Dia menambahkan, masyarakat harus selalu menyadari, mereka berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekadar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.
Dosen Universitas Bali Internasional, Komang Tri Werthi menambahkan, internet adalah anugerah, namun bisa menjadi bencana manakala teknologi hanya bisa mengendalikan manusia, tanpa jiwa-jiwa yang beretika.
Komang juga mengingatkan, dengan banyaknya informasi dan konten yang ada di dunia maya, setiap orang harus sadar konten apa yang boleh dan tidak boleh disebarkan atau diteruskan. Perhatikan juga pemanfaatan konten tersebut bagi diri sendiri dan orang lain.
“Walaupun teknologi itu sangat maju, gunakan teknologi dengan positif dan produktif. Etika harus selalu diterapkan tidak hanya di offline tapi juga online, sehingga kita orang Indonesia tidak lagi dicap sebagai netizen yang tidak sopan,” ujar Komang.
Sementara itu, Trainer/Konsultan Digital Marketing dan IT, Dedi Priansyah mengingatkan, tingginya aktivitas digital membuka potensi buruk seperti penipuan dan pencurian akun.
Menurutnya, para hacker atau penyerang biasanya akan melakukan berbagai tindakan seperti menghapus atau mencuri informasi penting bahkan bisa mengekspos informasi pribadi secara publik, juga mengunci data sehingga mereka bisa meminta tebusan. Maka, penting untuk mengamankan data dan melindungi data pribadi yang bersifat rahasia.
“Selalu waspada akan tautan tak dikenal, jangan buka file atau tautan yang tidak dikenal yang dikirimkan lewat email, media sosial atau aplikasi chatting. Selain itu, jangan merespons panggilan telepon dan pesan yang ujungnya meminta data pribadi atau password/PIN. Pastikan orang-orang di sekitar kita, seperti keluarga dan karyawan, juga memiliki pemahaman yang sama terkait keamanan digital," kata Dedi.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.
Editor : Yuswantoro
Artikel Terkait