get app
inews
Aa Text
Read Next : Satnarkoba Polres Way Kanan Tangkap Pelaku Diduga Bandar Narkotika Jaringan Antar Provinsi

Cinta Pada Lampung Berawal dari Gedung Batin

Sabtu, 09 Juli 2022 | 11:56 WIB
header img
Foto: Dok. Pribadi

Lifstyle, iNews.id – Dian Radiata adalah sosok travel bloger asal Batam yang memiliki cerita khusus yang membuatnya cinta pada Provinsi Lampung. Berawal saat dirinya diajak oleh Yopie Pangkey seorang travel bloger asal Lampung yang juga penggiat media sosial dengan akun Keliling Lampung untuk berkunjung ke sebuah kampung wisata di Way Kanan pada 2016 lalu.

 

Tanpa fikir panjang Dian langsung menyetujui ajakan tersebut dan langsung bergegas menuju Lampung setelah perencanaan yang matang dan memilih waktu yang tepat. Telah lama dirinya ingin menikmati secangkir kopi robusta di teras sebuah rumah panggung tua, dengan suasanya yang nyaman dan asri. Begini cerita selengkapnya menurut Dian Radiata.

 

Nyeruput kopi robusta Lampung di teras rumah tua di Gedung Batin. Itu adalah mimpi saya. Sebuah mimpi sederhana yang masih berjejer di daftar antrian, menunggu untuk segera dieksekusi.

Akhirnya kesempatan itu datang pada pertengahan tahun 2016. Lewat sebuah tawaran manis dari mas Yopie Pangkey, seorang penggiat wisata yang sering mempromosikan Lampung. Sebuah tawaran yang pantang untuk ditolak, tentu saja. Bersama teman-teman seperjalanan yang menyenangkan, kami menempuh 167 km dari Bandar Lampung ke Way Kanan dengan penuh suka cita.


Dian Radiata bersama rekan-rekan travel blogger berfoto bersama di beranda rumah tua. (Foto: Dok. Pribadi Dian Radiata)

Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit atau 22 km dari Blambangan Umpu, ibukota Kabupaten Way Kanan, akhirnya sampai juga di Gedung Batin. Jalan yang kami lewati sudah cukup baik. Baru setelah memasuki Desa Gedung Batin kami melewati jalanan berbatu dengan pohon-pohon karet yang berbaris rapi di sisi kanan dan kiri jalan.

Sebuah Tugu Pencanangan Kampung Wisata Lestari Gedung Batin berdiri tegak di sebuah persimpangan jalan. Seolah memang dipersiapkan untuk menyambut siapa pun yang bertandang ke kampung ini. Pada tugu tersebut terdapat sebuah prasasti yang terbuat dari fosil kayu. Prasasti itu ditandatangani oleh Sekjen Kebudayaan dan Pariwisata, Dr. Sapta Nirwandar.

Selamat Datang di Gedung Batin

Jatuh cinta pada pandangan pertama. Itu yang saya rasakan sewaktu berada di kampung yang di dalamnya berdiri rumah-rumah panggung khas Lampung yang usianya mencapai ratusan tahun ini. Rumah-rumah panggung itu hingga kini masih terlihat kokoh. Kayu mampang dan kayu tembesu yang menjadi material utamanya terbukti mampu bertahan hingga ratusan tahun. Kayu-kayu itu dibiarkan seperti warna aslinya. Sehingga warna rumah di kampung ini terlihat seragam. Tak perlu polesan berlebih. Kampung ini justru terlihat bersahaja dalam balutan kesederhanaannya.

Ibu-ibu yang mengobrol di kolong rumah, serta bocah-bocah yang asik bermain dan berlarian di jalan kampung yang lengang, membuat suasana kampung ini jadi lebih hidup. Saya suka suasana seperti ini.

Kami menuju rumah salah satu warga. Menurut pemiliknya, rumah itu sudah berusia 370 tahun. Wow! Baru sampai di berandanya saja saya sudah dibuat takjub. Berandanya luas banget! Kami dipersilakan untuk melihat-lihat bagian dalam rumahnya. Saya hanya bisa berdecak kagum. Ternyata perabotan di dalam rumah seperti kursi dan lemari pun sama tuanya dengan rumah itu sendiri. Ada juga cangkir-cangkir kuningan, dan peralatan untuk menginang yang sudah berumur ratusan tahun. Engsel jendelanya juga unik dan kuno. Engsel tersebut buatan Inggris. Sekilas bentuknya mirip dengan ujung tombak.

 


Dengan segelas kopi, Dian Radiata berpose di beranda rumah tua di Kampung Wisata Gedung Batin, Way Kanan

Dan Mimpi itu pun Terwujud

Kami sedang asyik mengobrol di beranda, ketika ibu pemilik rumah menghidangkan kopi untuk kami. Huaaaaa! Rasanya saya pengen teriak saking senengnya. Akhirnya kesampaian juga nyeruput kopi di beranda rumah yang usianya hampir mencapai empat abad.

Malam itu kami menginap di rumah Pak Ali Bakri, salah seorang warga Gedung Batin. Saya excited banget membayangkan akan tidur di sebuah rumah yang usianya sudah mencapai 370 tahun. Bisa menginap di rumah warga, dan ikut merasakan langsung keseharian mereka merupakan sebuah kemewahan perjalanan bagi saya.

Pemilik rumah menyiapkan kamar untuk kami. Tapi kami lebih memilih tidur rame-rame di ruang tamu. Kapan lagi bisa merasakan kemewahan seperti ini. Malam beranjak turun. Gelap dan dingin menyelimuti Gedung Batin. Suara jangkrik dan tonggeret bersahutan. Kami asik berbincang di ruang tamu sambil sesekali menggigil kedinginan karena angin yang menyusup masuk lewat celah-celah kayu. Dan secangkir kopi robusta Lampung menjadi penyelamat. Menghangatkan malam yang dingin, sekaligus menjadi teman berbagi cerita hingga larut malam.

Di Gedung Batin ini saya merasa waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Mungkin karena terbawa suasana yang tenang dan damai. Sungguh saya menikmati setiap detik yang terlewati di kampung ini. Menikmati kebersamaan kami. Karena besok-besok suasana seperti ini pasti akan sangat saya rindukan.

Ada rasa enggan sewaktu harus meninggalkan kampung ini. Saya sudah terlanjur jatuh cinta. Pada rumah-rumah tuanya. Pada suasana kampungnya yang damai. Pada keramahan penduduknya. Pun pada secangkir kopi yang saya nikmati di berandanya.

Wherever you go, go with all your heart. Begitu bunyi salah satu kutipan dari Confusius. Saya pun selalu begitu. Ke manapun pergi, saya selalu pergi dengan sepenuh hati. Tapi sayangnya, waktu pulang saya kerap lupa membawanya kembali. Dan kali ini, rasanya separuh hati saya masih tertinggal di Gedung Batin. Sebuah kampung tua bersahaja di Way Kanan, yang menjadi awal kecintaan saya pada Lampung.

Editor : A. Natalis Sapta Aji

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut