JAKARTA, iNewsWayKanan.id - Sepakbola Indonesia berada dalam situasi kritis. Oleh karenanya perlu sosok pemberani untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh, menyangkut semua aspek dan sendi persepakbolaan nasional.
Membenahi sepak bola Indonesia yang dalam kondisi keropos dan rusak parah tidak bisa dengan cara biasa biasa saja, mesti cepat, progresif, komprehensif dan revolusioner.
Hal tersebut diungkapkan oleh Senator DPD RI asal Lampung Bustami Zainudin yang juga Penasehat Asprov PSSI Lampung, Calon Anggota Exco PSSI dan Pemilik SSB LaNyalla FC Lampung, dalam keterangan tertulis yang diterima iNewsWayKanan.id, Jum'at 13 Januari 2022.
Lebih lanjut Senator Bustami menerangkan, dari sekian nama yang muncul di bursa Calon Ketua Umum PSSI, ada satu nama yang sangat layak dan bisa jadi jawaban atas situasi akut saat ini yaitu LaNyala Mahmud Mataliti.
LaNyala bukan nama baru dalam kancah persepakbolaan Nasional, beliau adalah mantan Ketua Umum PSSI yang karena motif politik dan kepentingan orang tertentu, dikriminalisasi dan akhirnya harus rela meninggalkan kursi Ketua Umum PSSI.
Meskipun cukup singkat memimpin PSSI, LaNyala mampu membuat gebrakan untuk memberantas mafia di persepakbolaan nasional, membawa Timnas U-19 menjuarai Piala AFF dan capaian berarti lainnya.
Menelisik betapa keropos dan rapuhnya pengelolaan persepakbolaan nasional, hingga mencapai puncaknya terjadinya Tragedi Kanjuruhan yang merenggut nyawa ratusan suporter Arema FC. Persepakbolaan nasional membutuhkan sosok dengan rekam jejak yang jelas dan punya perhatian lebih dalam mengelola sepak bola.
LaNyala akan memprioritaskan pembenahan infrastruktur sepakbola secara menyeluruh dan simultan, baik perangkat keras maupun lunak. Stadion sepak bola, sarana dan prasarana latihan, wasit dan perangkat pertandingan, kurikulum pembinaan usia dini, dah pelatih berkualitas harus menjadi prioritas program. Begitu juga pemberantasan mafia bola, menjadi agenda utama.
"Pembinaan usia dini, juga akan menjadi perhatian serius dan menjadi salah satu prioritas program dari Ketua DPD RI ini," ujarnya.
Masih kata Bustami, Klub-klub peserta Liga baik Liga I, II maupun III akan mendapatkan fasilitasi dan suport yang maksimal hingga bisa mengikuti kompetisi dengan baik. Mereka wajib memiliki tim kelompok umur di berbagai level. Setiap klub peserta Liga harus memiliki akademi sepakbola yang terstandar, baik fasilitas, pelatih, maupun kurikulumnya.
Tidak boleh tidak dan tanpa kompromi. Karena hanya dengan pembinaan usia dini yang berkualitas, maka akan mampu melahirkan pemain pemain yang berkualitas.
Kompetisi domestik di berbagai level harus ditingkatkan kualitasnya. PT. LIB sebagai operator kompetisi harus mampu mengelola kompetisi secara efektif, efisien dan berkualitas. Fokus pada kualitas bukan kuantitas. Kompetisi harus di jalankan dengan Standar Operasional Prosedur yang ketat, jelas, dah tegas. Tragedi Kanjuruhan harus jadi catatan kelam, yang tidak boleh terulang.
LaNyala sangat faham, selama kompetisi kita masih amburadul, gaduh, rusuh. Klub-klub peserta Liga juga tampil dengan kualitas seadanya, home base yang tidak jelas, pindah pindah tempat seperti nomaden, dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas, ditambah lagi mafia bola yang mencengkeram kompetisi, maka kompetisi sepak bola kita akan tetap terpuruk.
Apalagi kualitas dan profesionalisme wasit dan perangkat pertandingan lainnya juga masih terus jadi sorotan, maka berharap kompetisi kita membaik dan akhirnya bermuara pada pembentukan Timnas yang berkualitas, bagaikan menggantang asap. Jauh panggang dari api.
LaNyala tentu menyadari dengan segala hiruk pikuk, kegaduhan, dan kerusuhan yang terjadi, ranking kompetisi kita berada di urutan antah berantah di level Asia. Ranking kompetisi berbanding lurus dengan prestasi klub klub kita di kompetisi antar klub Asia. Klub terbaik Liga I kita, nyatanya sangat sulit bersaing dengan klub negara lain, jangankan dengan klub asal Jepang, Korsel, Arab Saudi, Iran, Uzbekistan dll, dengan klub asal Malaysia, Singapura, Myanmar dan Kamboja aja sudah tertinggal.
Memang Liga I kita terlihat ramai, heboh, dengan jumlah suporter dan penonton yang besar, sponsor bertaburan, tapi kropos, tak berkualitas, beda tipis dengan kompetisi Tarkam.
Di Level Asia, kompetisi klub teratas kita (Kompetisi Liga I) tahun 2022, berada di ranking 27, Malaysia 10, Thailand 11, dan Vietnam urutan 12. Kita berada di urutan enam tingkat Asia Tenggara, di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura dan Pilipina, hanya sedikit lebih baik dari Brunei Darusalam, Laos dan Timur Leste.
Janganlah dibandingkan dengan negara Arab Saudi, Jepang, Korsel, Uzbekistan, Iran, Qatar, dan juga UEA sebagai negara negara elit sepakbola Asia, kita seolah berada di posisi antah berantah. Itulah kondisi sepakbola kita hari ini. Tragis dan miris, tapi itulah faktanya.
Untuk itu, PT. LIB sebagai operator kompetisi perlu terus dibenahi, sore direformasi dan mau belajar ke negara negara tetangga yang level kompetisinya jauh lebih baik dari kita. Kenapa mereka bisa mengelola kompetisi sebegitu baik. Padahal dari sisi potensi dan sumber daya, kita punya lebih dari mereka. Persoalannya mau tidak kita berubah untuk maju, berubah menjadi lebih baik. Langkah apa yang bisa dan harus kita lakukan untuk mengoptimalkan potensi yang ada tersebut menjadi produktif, menjadi bermakna bagi peningkatan kualitas persepakbolaan Indonesia?
LaNyala melihat Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang sebentar lagi digelar, sebagai bagian dari transformasi PSSI pasca Tragedi Kanjuruhan, bisa menjadi momentum dan tonggak perbaikan secara menyeluruh terhadap seluruh aspek dan sendi-sendi persepakbolaan Indonesia, tanpa kecuali.
Dalam kesempatan ini, LaNyala juga mengajak seluruh stakeholder sepak bola nasional terlibat baik secara aktif maupun pasif, sehingga KLB PSSI mampu menghasilkan Visi, Misi dan Program yang dapat menjawab dan menjadi solusi terbaik bagi persepakbolaan nasional.
Khusus kepada para pemilik suara (voters) diantaranya yaitu klub-klub Liga I, Asosiasi Pendiri PSSI, serta Asosiasi Provinsi PSSI yang memiliki mandat/ suara untuk memilih Ketua Umum PSSI dan anggota Exco PSSI, LaNyala berharap mampu bertindak jujur, transparan, objektif, dan sportif. Mampu memilah dan memilih orang orang yang kompeten, punya integritas dan moralitas yang baik, profesional dan memiliki rekam jejak yang mumpuni dalam mengelola persepakbolaan nasional.
Kongres PSSI harus dijauhkan dari praktek politik uang dan kepentingan kepentingan lain di luar urusan sepakbola. Apalagi menjelang tahun politik ini, maka sangat dimungkinkan adanya intervensi politik dari pihak pihak tertentu. Nasib dan wajah PSSI ke depan sangat tergantung kepada para pemilik suara.
"Semoga LaNyala mampu meNyalakan PSSI dan mengembalikan Kejayaan Sepakbola Indonesia, sehingga kerinduan, harapan dan mungkin juga mimpi kita untuk memiliki Timnas Sepak Bola yang membanggakan, berkualitas, dan mampu berprestasi di level ASEAN, Asia bahkan lolos Piala Dunia. Semoga!," tutupnya.
Editor : Yuswantoro
Artikel Terkait