JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang membidik para pemberi suap kepada Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani (KRM). Sebab, KPK menduga penyuap Rektor Unila lebih dari satu orang.
Saat ini, KPK baru menetapkan satu tersangka penyuap Rektor Unila.
"Iya, secara logika dan konstruksi perkara, ini tidak mungkin satu orang," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2022).
Berdasarkan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) beberapa waktu lalu, KPK menemukan uang dugaan suap yang diterima Karomani dan kawan-kawan (dkk) senilai Rp5 miliar. Uang itu diduga berasal dari sejumlah pihak terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila.
KPK kemudian menemukan kembali uang senilai Rp2,5 juta usai menggeledah rumah Karomani dan pihak lainnya di Lampung. Uang itu diduga masih berkaitan dengan suap penerimaan mahasiswa baru di Unila.
Sementara itu, KPK baru menemukan adanya bukti aliran uang dari satu tersangka pemberi suap Karomani, Andi Desfiandi sejumlah Rp150 juta.
"Satu orang kemarin kan ditetapkan Rp150 juta, sedangkan barang bukti yang kami tunjukkan dalam OTT ini bahkan kemudian penerimaan bahkan sampai Rp5 miliar, kalau sama hari ini bertambah Rp2,5 miliar, berarti ada Rp7,5 miliar yang kemudian indikasi adanya penerimaan di dalam suap jalur mandiri ini," bebernya.
"Oleh karena itu, nanti tunggu, kami harap bersabar. karena setiap pengembangannya pasti kami akan sampaikan kami publikasikan sebagai bentuk transparansi kerja-kerja KPK," sambungnya.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) tahun 2022. Keempat tersangka tersebut yakni, Rektor Unila, Karomani (KRM).
Kemudian, Wakil Rektor (Warek) 1 Bidang Akademik Unila, Heryandi (HY); Ketua Senat Unila, M Basri (MB); serta pihak swasta, Andi Desfiandi (AD). Karomani, Heryandi, dan Basri, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Andi, tersangka pemberi suap.
Karomani diduga mematok atau memasang tarif Rp100 juta hingga Rp350 juta bagi para orang tua yang menginginkan anaknya masuk di Unila. Karomani diduga telah berhasil mengumpulkan Rp5 miliar dari tarif yang ditentukan tersebut.
Atas perbuatannya, Andi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Karomani, Heryandi, dan M Basri, selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Editor : Yuswantoro