MENGGALA, iNewsWayKanan.id - Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung menggelar Seminar Kebangsaan di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Islah Kampung Purwajaya KecamatanBanjar Margo, Kabupaten setempat, Selasa (17/06/2025).
Kegiantan yang mengusung tema "Peran Buzzer dalam Proxy War di Indonesia Strategi dan Cara Menghadapinya"
Dilaksanakan kegiatan itu sebagai bagian dari upaya membangun kesadaran generasi muda, khususnya mahasiswa, terhadap fenomena perang informasi yang tengah berlangsung di era digital saat ini.
Ketua Cabang PMII Kabupaten ini, Sahabat Kurnia Akbar Prasetia menengaskan, pentingnya literasi digital di kalangan pemuda agar tidak mudah terpengaruh oleh arus informasi yang bersifat provokatif dan tidak berdasar.
"Ia juga menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen PMII untuk turut menjaga ruang publik yang sehat, damai dan edukatif, " jelas Sahabat
Sebagai mahasiswa dan kader PMII ini, kata dia, sudah saatnya kita tidak hanya menjadi penonton dalam dinamika ini, kita harus menjadi subjek yang sadar.
"Dengan begitu, kritis dan mampu membentengi diri serta lingkungan dari informasi yang menyesatkan dan provokasi yang memecah belah bangsa, " terang dia.
Sahabat menyebutkan, kegiatan seminar itu turut hadir Mabincab PC PMII bawang dan Ketua Cabang PMII dan Ketua Cabang Kopri. Bahkan s selain itu, ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, pelajar dan organisasi kepemudaan.
"Melalui diskusi yang interaktif, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam serta strategi konkrit dalam menghadapi tantangan informasi di era digital, " papar Ketua Cabang PMII ini.
Pada kesempatan sama Kepala Bidang Pos, Telekomunikasi, Promosi dan Informasi Dinas Kominikasi dan Informatika Pemkab Tulang Bawang Juhardi mengatakan, peran buzzer dalam ekosistem media sosial dan pengaruhnya terhadap opini publik.
Karena menjadi salah satu hal yang harus diwaspadai karena ancamannya yang tidak terasa tapi sangat merusak keutuhan bangsa Indonesia. Proxy War dianggap lebih murah dan tidak terlalu memakan banyak korban bagi negara penyelenggara. Oleh karena itu, Proxy War dianggap lebih efektif dibandingkan strategi pada zaman dahulu. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Peneliti mengambil data dari studi pustaka dan mengamati perkembangan saat ini melalui media.
"Banyak strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mencegah Proxy War diantaranya adalah dengan membangun kekuatan beraasarkan sumber daya alam dan budaya dan dengan upaya pembangunan karakter warga negara Indonesia, " jelas juhardi.
Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Intelijen Kejari Tulang Bawang Rachmat Djati Waluya, memaparkan aspek hukum aktivitas buzzer serta penegakan UU ITE di Indonesia, buzzer adalah individu atau kelompok yang secara aktif menyebarkan pesan-pesan tertentu di media sosial untuk memengaruhi opini publik.
"Mereka bekerja dengan berbagai motif, mulai dari loyalitas ideologis hingga kepentingan ekonomi. Istilah ini semakin populer di Indonesia, khususnya dalam konteks politik, di mana buzzer sering dikaitkan dengan kegiatan propaganda, kampanye hitam, atau pembentukan citra, " urai Rachmat Djati
Sedangkan Pabung Kodim 0426/TB Mayor Inf. Arif Affuan menjelaskan tentang konsep proxy war serta dampaknya terhadap kedaulatan bangsa, ketika buzzer memainkan peran besar dalam membentuk narasi politik terdapat 2 jenis buzzer yakni organik vs bayaran, untuk buzzer organik merupakan individu yang secara sukarela menyuarakan pendapat atau membela suatu isu/tokoh karena kesesuaian nilai atau ideologi.
Untuk buzzer bayaran merupakan aktor yang menerima kompensasi finansial untuk menyebarkan narasi tertentu. Mereka biasanya bekerja berdasarkan skrip, koordinasi, dan target tertentu.
"Kedua jenis buzzer ini memiliki modus operandi yang berbeda. Buzzer organik lebih spontan dan berdasar emosi atau loyalitas, sedangkan buzzer bayaran memiliki pola komunikasi terkoordinasi dan sering kali terlibat dalam produksi konten manipulatif, " cetus Arif
Editor : Yuswantoro
Artikel Terkait