JAKARTA, iNews.id - Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2022 mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”,. Tema ini menggambarkan tentang pentingnya upaya pemulihan pascapandemi dan membangun ketangguhan anak. Tujuannya yakni memastikan anak-anak Indonesia sebagai penerus bangsa hak-haknya terpenuhi, termasuk hak hidup dengan layak dan tumbuh optimal.
Tujuan bisa dicapai salah satunya dengan memastikan 1.000 hari pertama kehidupan anak-anak Indonesia terpenuhi haknya. Itu juga yang akan menentukan bagaimana kualitas hidup mereka di masa depan. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun mendorong semua pihak untuk memenuhi hak-hak dasar anak, salah satunya hak untuk tumbuh dan berkembang.
Diketahui hingga saat ini Indonesia masih dihadapkan pada persoalan prevalensi stunting atau anak gagal tumbuh dan berkembang yang mencapai rata-rata 24,4 persen dan masih di atas ambang batas Badan Kesehatan Dunia (WHO). Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti pun mengatakan ada empat hak dasar anak, yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk mendapatkan perlindungan, serta hak untuk berpartisipasi.
Berkaca pada tema HAN 2022, Save the Children Indonesia ikut mendorong pentingnya pemenuhan hak-hak anak yang berfokus pada membangun ketahanan atau resiliensi anak dan keluarga, terutama mereka yang paling terdampak situasi buruk krisis iklim dan pandemi Covid-19. Langkah ini dilakukan secara strategis dengan menyelenggarakan Pekan Berpihak Pada Anak yang dilaksanakan sejak 22–28 Juli 2022. Tujuan yang ingin dicapai yakni menyuarakan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi yang telah dilakukan Save the Children Indonesia bersama berbagai mitra, anak, dan orang muda, dalam membangun ketahanan anak, terutama yang paling terdampak krisis iklim.
“Krisis iklim juga merupakan krisis pada hak-hak anak. Anak-anak menanggung beban berat dari dampak krisis iklim. Untuk itu penting agar upaya pemenuhan hak anak juga menyasar pada membangun ketahanan dimulai dari peningkatan kesadaran tentang aksi adaptasi krisis iklim, mendukung ekonomi keluarga, memastikan layanan dasar kesehatan pada anak terpenuhi, mendapat perlindungan sosial, serta hak pendidikan anak,” kata Troy Pantouw selaku Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media, baru-baru ini.
Diketahui krisis iklim memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan anak dalam berbagai bentuk. Pada bidang kesehatan, data Kementerian Kesehatan tentang Data & Informasi Dampak Perubahan Iklim di Sektor Kesehatan 2021 menjelaskan bahwa penyakit yang berkaitan dengan salah satunya perubahan iklim yaitu, diare, pneumonia, infeksi saluran pernafasan akut, serta beberapa masalah gizi seperti stunting dan underweight.
Kemampuan anak dan keluarga untuk beradaptasi dengan dampak krisis iklim juga terbatas, salah satu alasannya karena pengetahuan, serta minimnya informasi dan pendampingan dari berbagai pihak. Untuk itu penting untuk memprioritaskan peningkatan kapasitas adaptasi anak dan keluarga serta memenuhi kebutuhan paling utama pada keluarga yang paling terdampak.
“Harapan kami, pemerintah dapat membuka ruang dialog bersama anak agar upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat membuahkan keadilan iklim yang ramah anak. Anak perlu dilibatkan dalam ruang-ruang diskusi dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan agar terwujud kebijakan yang ramah anak dan berpihak pada anak,” kata Kahfi salah satu peserta Child Campaigner – Save the Children Indonesia.
Editor : Yuswantoro