Sebagai kawan ngobrol, Neri Juliawan menggiring permasalahan menjadi lebih spesifik. Ia mengajak hadirin untuk menyoroti hal terkait implementasi UU Pemajuan Kebudayaan. Menurutnya selama ini, alih-alih berfokus pada nilai-nilai yang melekat pada diri masyarakat, "kita hanya berfokus pada objek-objek ‘luaran’ kebudayaan saja," ungkapnya.
“Kita hanya bermain di permukaan. Bicara kebudayaan, bukan sebatas memakai siger dan tapis. Intinya, strategi pemajuan kebudayaan tak bisa hanya berkutat pada benda, tapi juga pada manusianya. Mustinya objek kebudayaan itu inheren dalam masyarakatnya," ujarnya tegas.
Nara sumber utama malam itu, Bustami Zainudin Putra Asli Lampung Way Kanan membuka dialog dengan mengulik karakter dan filosopi dasar orang Lampung Piil Pesenggiri. Orang Lampung punya piil, tidak boleh dimaknai secara sempit, sekedar merasa punya harga diri, dengan ekspresi mudah tersinggung dan marah.
Bukan itu. Jati diri orang Lampung punya karakter yang kuat- tangguh, egaliter, terbuka. Karakter khas orang Lampung yang terbuka (nemui nyimah), suka bekerjasama, bergotong royong (sakai sambayan), bergaul-egaliter (nengah nyappur), dan punya juluk, adok (bejuluk adok) adalah satu kesatuan. Baik terinternalisasi secara individu maupun menjadi karakter komunal.
Bustami (gelar Raja Sepulau Lampung) mengambil contoh kongkrit dan spesifik mengenai masalah ini, yakni dalam konteks bahasa. Saking terbukanya orang Lampung, menjadikan seluruh warga masyarakat yang tinggal di Lampung bisa dengan sangat nyaman menggunakan bahasa daerahnya masing masing. Realitas yang menjadi keunikan dan kekuatan, tapi juga menyiratkan keprihatinan dan kegelisahan. Kalau kondisi ini terus berlanjut, bagaimana nasib budaya Lampung ke depan.
Bustami menjelaskan berdasarkan penelitian UNESCO, dalam tempo 20-30 tahun ke depan, bahasa Lampung diprediksi akan punah.
Menurutnya, selain karena populasi masyarakat bersuku asli Lampung yang sangat sedikit, yakni sekitar 13-20%, juga karena masyarakat Lampung sangat minim melakukan upaya-upaya untuk melestarikan budayanya kita sendiri.
Editor : Yuswantoro