Kota yang dimaksud dalam persepsi ini adalah sebuah predikat yang oleh karena homogenitas usaha, sosial, budaya dan lain-lainnya berada pada tata kehidupan desa, maka definisi sementara yang bisa diajukan adalah bahwa agropolitan merupakan suatu wilayah hamparan geografis yang sebagian besar wilayahnya adalah pertanian dan ditopang oleh sektor lain selain pertanian yang sifatnya saling mendukung terutama dalam proses produksi dan distribusi hasil pertanian.
Kondisi psikologis perdesaan yang akan terbentuk adalah adanya kekuatan dan semangat para pelaku usaha tani untuk semakin meningkatkan produksinya karena adanya kepastian bahwa usaha taninya memiliki pasar yang jelas sehingga akan meningkatkan pendapatannya.
Dengan pengembangan konsep dan pendekatan agropolitan ini, diharapkan petani-petani kita “semangat” dalam produksi, namun juga secara endogen untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi perdesaan perlu ditopang oleh sarana produksi pertanian yang efektif, efisien dan berkelanjutan serta ada kepastian pasar dan harga untuk setiap produksi hasil produksi para petani.
"Untuk mendukung agar produktivitas petani meningkat dan optimal, Desa membutuhkan dukungan akses yang lebih baik terutama ke pusat pusat layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur," ujarnya.
"Oleh karena itu agar berhasil dan sukses, pengembangan model agropolitan ini membutuhkan sinergitas, kolaborasi dan kerjasama yang solid dan komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan. Tanpa itu, sebaik apapun model dan pendekatan yang dilakukan akan berakhir dengan kegagalan, tabikkkk," pungkas Senator Bustami.
Editor : Yuswantoro
Artikel Terkait