Cinta Pada Lampung Berawal dari Gedung Batin

Dengan segelas kopi, Dian Radiata berpose di beranda rumah tua di Kampung Wisata Gedung Batin, Way Kanan
Dan Mimpi itu pun Terwujud
Kami sedang asyik mengobrol di beranda, ketika ibu pemilik rumah menghidangkan kopi untuk kami. Huaaaaa! Rasanya saya pengen teriak saking senengnya. Akhirnya kesampaian juga nyeruput kopi di beranda rumah yang usianya hampir mencapai empat abad.
Malam itu kami menginap di rumah Pak Ali Bakri, salah seorang warga Gedung Batin. Saya excited banget membayangkan akan tidur di sebuah rumah yang usianya sudah mencapai 370 tahun. Bisa menginap di rumah warga, dan ikut merasakan langsung keseharian mereka merupakan sebuah kemewahan perjalanan bagi saya.
Pemilik rumah menyiapkan kamar untuk kami. Tapi kami lebih memilih tidur rame-rame di ruang tamu. Kapan lagi bisa merasakan kemewahan seperti ini. Malam beranjak turun. Gelap dan dingin menyelimuti Gedung Batin. Suara jangkrik dan tonggeret bersahutan. Kami asik berbincang di ruang tamu sambil sesekali menggigil kedinginan karena angin yang menyusup masuk lewat celah-celah kayu. Dan secangkir kopi robusta Lampung menjadi penyelamat. Menghangatkan malam yang dingin, sekaligus menjadi teman berbagi cerita hingga larut malam.
Di Gedung Batin ini saya merasa waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Mungkin karena terbawa suasana yang tenang dan damai. Sungguh saya menikmati setiap detik yang terlewati di kampung ini. Menikmati kebersamaan kami. Karena besok-besok suasana seperti ini pasti akan sangat saya rindukan.
Ada rasa enggan sewaktu harus meninggalkan kampung ini. Saya sudah terlanjur jatuh cinta. Pada rumah-rumah tuanya. Pada suasana kampungnya yang damai. Pada keramahan penduduknya. Pun pada secangkir kopi yang saya nikmati di berandanya.
Wherever you go, go with all your heart. Begitu bunyi salah satu kutipan dari Confusius. Saya pun selalu begitu. Ke manapun pergi, saya selalu pergi dengan sepenuh hati. Tapi sayangnya, waktu pulang saya kerap lupa membawanya kembali. Dan kali ini, rasanya separuh hati saya masih tertinggal di Gedung Batin. Sebuah kampung tua bersahaja di Way Kanan, yang menjadi awal kecintaan saya pada Lampung.
Editor : A. Natalis Sapta Aji